Senin, 29 Oktober 2012

perubahan iklim banjir dan iklim kering

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan pakar iklim telah memperingatkan dunia bahwa penggunaan bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas alam) secara besar-besaran mengancam dunia akibat perubahan iklim karena ulah manusia itu sendiri. Meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sebagai produk sampingan penggunaan bahan bakar fosil bakal menghangatkan planet bumi dan mengubah pola curah hujan dan badai serta meningkatkan permukaan laut. Sekarang perubahan itu sudah melanda di mana-mana, sementara lobi-lobi korporat dan juru propaganda, seperti Rupert Murdoch, mencoba menolak kebenaran ini.

Pada pekan-pekan terakhir ini Amerika Serikat mengalami kekeringan paling buruk dalam sejarah modern. Negara-negara bagian di kawasan Midwest dan Plains, lumbung-lumbung pangan negeri itu, dilanda gelombang panas yang masif. Lebih dari separuh negeri tersebut dinyatakan dalam keadaan darurat, sementara bantuan untuk meringankan penderitaan korban bencana ini hampir tidak tampak sama sekali.

Di paruh bagian dunia lainnya, Beijing di Cina telah dilanda curah hujan paling buruk yang pernah tercatat dalam sejarahnya. Banjir menewaskan banyak warga kota itu. Begitu juga Jepang, menghadapi curah hujan yang sama buruknya. Dua dari kawasan kering di Afrika–Tanduk Afrika di sebelah timur dan Sahel di sebelah Barat–mengalami kekeringan dan kelaparan yang luar biasa selama dua tahun terakhir ini dengan tidak turunnya hujan, sehingga menyebabkan ribuan orang mati dan jutaan orang lainnya menghadapi kekurangan pangan yang serius.

Para ilmuwan telah menamakan era yang kita jalani saat ini sebagai era “Anthropocene”, sebuah istilah yang dibangun dari akar kata Yunani kuno yang berarti “era yang didominasi manusia”–suatu periode baru dalam sejarah bumi di mana manusia telah menjadi penyebab perubahan iklim skala global. Manusia mempengaruhi bukan saja iklim, tapi juga kimia laut, habitat daratan dan perairan jutaan spesies, kualitas udara dan air, serta siklus air, nitrogen, fosfor dan komponen-komponen esensial lainnya yang menopang kehidupan di muka bumi.

Selama bertahun-tahun, risiko perubahan iklim ini dianggap sebagai sesuatu yang bakal terjadi jauh di masa depan, risiko yang mungkin baru akan dihadapi anak-anak atau cucu-cucu kita. Adanya ancaman ini seharusnya sudah menjadi cukup alasan bagi kita untuk bertindak. Kita sekarang sudah memahami bahwa perubahan iklim itu juga menyangkut kehidupan kita generasi hari ini.

Kita sudah memasuki era baru yang sangat berbahaya. Jika Anda masih berusia muda, perubahan iklim dan bahaya lainnya terhadap lingkungan akibat ulah manusia ini bakal menjadi faktor utama dalam kehidupan Anda.

Para ilmuwan menekankan perbedaan antara iklim dan cuaca. Iklim merupakan pola suhu dan curah hujan secara keseluruhan di suatu kawasan. Sedangkan cuaca adalah suhu dan curah hujan di kawasan itu pada suatu waktu tertentu.
Seperti kata orang: “Iklim adalah apa yang Anda harapkan, sedangkan cuaca adalah apa yang Anda peroleh.”

Ketika suhu sangat tinggi, atau hujan sangat lebat, ilmuwan mencoba mengukur apakah keadaan-keadaan yang luar biasa ini akibat perubahan iklim jangka panjang atau cuma mencerminkan variasi yang sudah diduga. Maka itu, apakah gelombang panas yang sekarang melanda Amerika (sehingga membuat tahun ini dinilai sebagai tahun paling panas menurut catatan yang ada di negeri itu), banjir bandang di Beijing, atau kekeringan yang luar biasa di Sahel itu merupakan kasus acak cuaca buruk atau semata-mata akibat perubahan iklim jangka panjang karena ulah manusia?

Selama ini ilmuwan tidak bisa menjawab dengan tepat pertanyaan seperti ini. Mereka tidak tahu pasti apakah suatu bencana yang menyangkut cuaca itu bisa dikatakan akibat ulah manusia, bukan karena variasi alami cuaca. Mereka bahkan tidak bisa mendeteksi apakah suatu kejadian tertentu (seperti curah hujan yang lebat atau kekeringan) begitu ekstrem sehingga terletak di luar lingkup alami yang normal.

Pada tahun-tahun terakhir ini, suatu ilmu “deteksi dan atribusi” yang baru mengenai cuaca telah mencapai banyak kemajuan, baik secara konsepsional maupun empiris. Deteksi berarti menentukan apakah suatu kejadian yang ekstrem itu merupakan bagian dari fluktuasi cuaca yang luar biasa, atau gejala perubahan jangka panjang yang lebih mendalam. Atribusi berarti kemampuan menetapkan kegiatan yang dilakukan manusia atau faktor-faktor lainnya sebagai penyebab suatu keadaan. Ilmu deteksi dan atribusi yang baru ini telah mempertajam pengetahuan kita–dan juga memberikan alasan yang lebih besar bagi kita untuk khawatir terhadap apa yang terjadi saat ini.

Beberapa studi yang dilakukan tahun lalu menunjukkan bahwa ilmuwan sesungguhnya bisa mendeteksi perubahan iklim jangka panjang akibat meningkatnya frekuensi kejadian-kejadian yang ekstrem–seperti gelombang panas, hujan lebat, kekeringan yang luar biasa, dan badai yang kuat. Dengan menggunakan model-model iklim yang canggih, ilmuwan tidak hanya telah mendeteksi perubahan iklim jangka panjang, tapi juga mengatribusi setidak-tidaknya beberapa dari gejala kejadian yang ekstrem akibat ulah manusia.

Dua tahun terakhir ini kita menyaksikan sejumlah kejadian yang ekstrem di seluruh dunia. Dalam banyak kasus, faktor alami jangka pendek, bukan kegiatan manusia yang berperan. Selama 2011, misalnya, badai La Nina terjadi di mana-mana di Samudra Pasifik. Ini artinya bahwa air yang sangat hangat terkonsentrasi di dekat Asia Tenggara. Sedangkan air yang dingin terkonsentrasi di dekat Peru. Kondisi yang sementara itu menyebabkan banyaknya terjadi perubahan jangka pendek dalam pola curah hujan dan suhu yang menyebabkan, misalnya, banjir bandang di Thailand.

Namun, setelah dengan cermat mengamati pergeseran alami dari tahun ke tahun ini, ilmuwan menemukan bahwa beberapa bencana yang terjadi akhir-akhir ini mungkin mencerminkan perubahan iklim karena ulah manusia juga. Misalnya, menghangatnya Samudra Hindia karena ulah manusia mungkin berperan dalam kekeringan pada 2011 di Tanduk Afrika, yang menyebabkan terjadinya kelaparan dan konflik yang menimpa jutaan orang. Kekeringan yang luar biasa meluasnya di Amerika saat ini mungkin mencerminkan gabungan penyebab alami, termasuk La Nina, dan gelombang panas yang makin diperparah oleh perubahan iklim akibat ulah manusia.

Bukti-buktinya jelas dan terus bertambah dengan cepat. Umat manusia telah meletakkan dirinya ke dalam bahaya yang semakin meningkat lewat perubahan iklim akibat ulahnya juga. Sebagai masyarakat global, kita perlu bergerak cepat dan tegas dalam perempat abad yang datang ini, pindah dari ekonomi berbasis bahan bakar fosil ke ekonomi berbasis teknologi energi rendah karbon.

Masyarakat dunia siap mendengarkan pesan itu dan bertindak. Tapi politikus di mana-mana penakut, terutama karena perusahaan minyak dan batu bara itu secara politik begitu kuat. Kesejahteraan umat manusia, bahkan kelanjutan eksistensinya, bakal bergantung pada bukti ilmiah dan know-how teknologi mengalahkan keserakahan yang picik, ketakutan politik, dan arus propaganda anti-ilmiah yang terus-menerus dilancarkan perusahaan-perusahaan besar.